Gereja Katolik Nepal Dukung Pemerintahan Transisi, Serukan Perdamaian & Keadilan

Renungan Harian Katolik – Nepal menghadapi gejolak politik dan sosial sejak pekan lalu. Selain itu, Gereja Katolik menanggapi situasi ini dengan sikap publik yang tegas. Mereka menekankan pentingnya menciptakan perdamaian, stabilitas, dan menegakkan hukum.
Oleh karena itu, langkah Gereja dianggap penting karena Nepal memasuki masa transisi yang rawan. Protes yang dipimpin generasi muda telah menimbulkan ketidakpastian. Mereka menuntut perubahan pemerintahan, mengecam korupsi, dan melaporkan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian, Gereja menekankan pentingnya menyelesaikan masa sulit secara damai untuk menjaga persatuan masyarakat dan mencegah kekerasan.
Latar Belakang Krisis
Beberapa faktor memicu protes massal di Nepal. Pertama, pemerintah menutup sementara akses ke beberapa situs populer, yang memicu kemarahan publik. Selain itu, warga mengkritik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh elit politik. Oleh karena itu, demonstran menuntut demokrasi dan perubahan pemerintahan.
Aksi protes ini menimbulkan korban. Sedikitnya 72 orang tewas, menjadikannya konflik politik paling mematikan dalam sejarah modern Nepal. Terlebih lagi, konflik ini memicu ketidakstabilan di banyak wilayah.
Sikap Gereja Katolik
Pastor Silas Bogati, administrator apostolik Vikariat Nepal, menegaskan hal ini. Dengan demikian, komunitas Katolik melihat pembentukan pemerintahan sementara sebagai peluang untuk menata ulang landasan hukum dan demokrasi.
Beberapa poin penting dari pernyataan Gereja:
-
Dukungan terhadap kepemimpinan Sushila Karki: Karki memiliki rekam jejak kuat dalam membela hak-hak pastor dan suster religius yang dituduh tanpa dasar.
-
Harapan akan pemerintahan adil: Gereja berharap pemerintahan transisi menegakkan hukum dan kesetaraan bagi semua warga, termasuk minoritas Kristen.
-
Penolakan kekerasan: Gereja menegaskan demonstrasi sah jika dilakukan dengan damai. Selain itu, mereka menyerukan semua pihak menghindari kekerasan.
-
Fokus pada stabilitas dan rekonsiliasi: Gereja meminta politisi, demonstran, dan aparat keamanan bertanggung jawab meredam konflik dan menjaga persatuan nasional.
Dampak bagi Komunitas Kristen & Minoritas
Komunitas Katolik di Nepal relatif kecil, sekitar 8.000 jiwa dari populasi 33 juta.
Mereka menghadapi beberapa tantangan:
-
Tuduhan konversi agama: Kelompok Kristen sering dituduh melakukan konversi tanpa bukti. Hukum pidana Nepal membatasi konversi.
-
Pembatasan kebebasan beragama: Beberapa undang-undang masih memihak penganut mayoritas. Kasus diskriminasi dan tuduhan palsu kerap muncul.
Dengan demikian, Gereja berharap pemerintahan transisi meninjau undang-undang yang menyalahgunakan kekuasaan terhadap minoritas. Terlebih lagi, mereka meminta perlindungan nyata terhadap hak beragama.
Harapan terhadap Pemerintahan Transisi
Pemerintahan sementara akan dipimpin Sushila Karki selama enam bulan, hingga pemilihan nasional tahun depan.
Harapan utama meliputi:
-
Penegakan hukum: Investigasi atas kasus kematian dan kekerasan selama protes agar pelaku bertanggung jawab.
-
Kompensasi korban: Pemberian pengakuan resmi kepada keluarga korban. Nepal menyebut mereka martir dan berjanji memberikan kompensasi.
-
Pemulihan layanan publik: Infrastruktur, layanan kesehatan, komunikasi, dan kebebasan sipil harus pulih.
-
Demokrasi partisipatif: Pemilihan harus bebas dan adil. Pemerintahan transisi harus transparan dan akuntabel.
-
Perlindungan hak minoritas: Kebebasan beragama harus dijaga agar konflik berbasis agama tidak muncul lagi.
Selain itu, masyarakat berharap pemerintah transisi menempatkan stabilitas dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.
Tantangan dan Risiko
Gereja menyambut langkah transisi, tetapi beberapa risiko tetap ada:
-
Ketegangan politik dan sosial: Partai lama mungkin menolak kebijakan baru. Oleh karena itu, benturan kepentingan bisa memicu demonstrasi lanjutan.
-
Ketidakpastian hukum: Hambatan birokrasi dan korupsi bisa menghalangi implementasi hukum.
-
Risiko aksi ekstremis: Tuduhan konversi bisa dimanfaatkan kelompok garis keras untuk menekan minoritas.
-
Pemulihan pasca-kerusuhan: Trauma sosial, kehilangan orang dan properti, serta kebutuhan bantuan kemanusiaan sangat besar.
Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan transisi berjalan damai dan efektif.
Kesimpulan
Gereja Katolik Nepal menegaskan dukungan terhadap pemerintahan sementara, dengan syarat perubahan harus adil, menegakkan hukum, dan menghormati hak asasi manusia.
Selain itu, Gereja mendorong semua pihak untuk menghindari kekerasan dan membangun persatuan. Masyarakat Nepal berada di persimpangan: menuju demokrasi inklusif atau kembali ke konflik. Sikap Gereja, sebagai institusi berwibawa, dapat membantu menjaga perdamaian dan membangun kepercayaan antar kelompok.