Kelompok HAM Kecam India Usir Pengungsi Rohingya: Pelanggaran HAM dan Prinsip Non-Refoulement

Renungan Harian Katolik– Human Rights Watch (HRW), organisasi hak asasi manusia internasional, mengecam keras tindakan pemerintah India yang mengusir ratusan pengungsi Rohingya ke Bangladesh dan Myanmar. HRW menilai India mengabaikan hukum internasional, melanggar prinsip non-refoulement, dan memperburuk penderitaan pengungsi.
1. India Melancarkan Pengusiran Sejak Mei 2025
Sejak Mei 2025, sejumlah negara bagian yang dikuasai Bharatiya Janata Party (BJP) aktif melancarkan operasi untuk mengusir etnis Rohingya dan warga Bengali. Aparat keamanan menargetkan mereka dengan label “migran ilegal” dan menekan mereka untuk segera meninggalkan wilayah India.
HRW mencatat India memaksa setidaknya 192 pengungsi Rohingya terdaftar UNHCR keluar dari negaranya. Padahal, kartu registrasi UNHCR seharusnya melindungi mereka. Beberapa laporan menyebut aparat membawa sekitar 40 orang Rohingya ke sebuah kapal dekat perairan Myanmar, lalu menyuruh mereka melompat dan berenang menuju pantai.
2. Human Rights Watch Mengecam Tindakan India
Elaine Pearson, Direktur Asia HRW, menegaskan India telah mengabaikan nyawa manusia dan hukum internasional. Menurutnya, pemerintah India tidak hanya menolak memberi perlindungan, tetapi juga secara sistematis mengaitkan komunitas Muslim dengan status “migran ilegal”. Pearson menilai kebijakan BJP semakin memperburuk stigma terhadap etnis Rohingya.
3. Aparat Menahan Ratusan Pengungsi
Selain mengusir, aparat India juga menangkap ratusan pengungsi Rohingya. Mereka menahan para pengungsi tanpa prosedur hukum yang jelas. Banyak pengungsi kehilangan uang tunai, telepon genggam, dan kartu registrasi UNHCR karena polisi menyita barang-barang itu.
HRW menegaskan bahwa praktik penahanan tanpa proses hukum menunjukkan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Kewajiban Hukum yang Diabaikan India
India memang tidak menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 atau Protokol 1967. Namun, India tetap harus menghormati prinsip non-refoulement yang berlaku universal. Prinsip ini menegaskan negara tidak boleh mengirim seseorang kembali ke wilayah yang berbahaya bagi keselamatan mereka.
Meski begitu, India tetap memaksa pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar atau melarikan diri ke Bangladesh tanpa perlindungan.
5. Dampak Langsung bagi Pengungsi
Sekitar 40.000 pengungsi Rohingya masih tinggal di India, dan setengahnya sudah terdaftar di UNHCR. Namun, aparat tetap mengejar mereka. HRW mewawancarai sembilan pengungsi yang baru tiba di Bangladesh. Enam orang mengaku polisi menyerang mereka dan mengambil barang berharga. Tiga lainnya mengungkap mereka melarikan diri dari Jammu dan Kashmir, Andhra Pradesh, serta Delhi karena takut ditangkap.
Cerita para pengungsi menunjukkan bagaimana India bukan hanya menolak memberi perlindungan, tetapi juga menambah trauma yang mereka alami.
6. Reaksi Internasional Masih Lemah
Komunitas internasional mengecam tindakan India. Organisasi hak asasi menilai India melanggar hukum internasional dan prinsip kemanusiaan. Namun, negara-negara besar belum memberikan tekanan diplomatik yang signifikan. Situasi ini memberi ruang bagi pemerintah India untuk terus melanjutkan kebijakan diskriminatifnya.
7. HRW Serukan Perubahan Kebijakan
HRW menuntut India segera menghentikan deportasi dan penahanan sewenang-wenang. Organisasi itu juga meminta India mengakui status pengungsi Rohingya, bekerja sama dengan UNHCR, dan membuka akses terhadap layanan dasar.
Selain itu, HRW mengajak masyarakat internasional memberi tekanan lebih kuat kepada India agar menghentikan praktik pengusiran dan menyediakan perlindungan nyata bagi pengungsi.
8. Harapan Pengungsi Rohingya
Selama bertahun-tahun, pengungsi Rohingya melihat India sebagai tempat yang lebih aman dibanding Myanmar. Namun, kebijakan pengusiran baru-baru ini menghancurkan harapan itu. Banyak pengungsi kini hidup dalam ketidakpastian. Mereka tidak tahu apakah Bangladesh akan menerima mereka, atau apakah mereka harus kembali menghadapi represi di Myanmar.
Situasi ini memperparah penderitaan dan menimbulkan trauma baru.
Penutup
Pengusiran pengungsi Rohingya oleh India memperlihatkan benturan antara politik identitas dan nilai kemanusiaan. Pemerintah India aktif menolak memberi perlindungan dan bahkan menekan para pengungsi dengan intimidasi dan kekerasan.
Kasus ini menjadi peringatan global bahwa prinsip non-refoulement harus dijaga dan ditegakkan. Tanpa komitmen itu, ribuan pengungsi Rohingya akan terus hidup dalam ketakutan, kehilangan hak dasar, dan tidak memiliki tempat aman untuk berteduh.